Seni dalam berdebat sebaiknya menghindari metafora dan analogi
Sulit dihindari untuk berada di situasi perdebatan dalam kehidupan sekarang ini. Perdebatan dalam pekerjaan, pendidikan, sosial dan media sosial kerap kali terjadi. Perdebatan bukan harus dihindari, tapi berdebat adalah mengenai perkelahian ide, gagasan, argumen dan bukan perkelahian sentimen. Ada tips yang mungkin bisa digunakan untuk seni dalam berdebat, yaitu hindarilah terjebak dalam sebuah metafora dan analogi.
Mengapa? Karena metafora itu bersifat samar. Tafsirnya sangat tergantung dari latar belakang dan situasi. Misalnya sebuah metafor “mentalmu seperti tempe”, untuk bermaksud mengkritik sikap mental yang payah, eitss nanti dulu, kalau ada ahli gizi di sekitar perdebatan, bisa-bisa diskusi akan beralih ke nilai gizi suatu makanan, dan angka kecukupan gizi dari sebuah tempe yang tinggi.
Sebuah metafor akan mudah dibajak. Kalau dapat dijelaskan dalam diagram Venn, Metafora adalah daerah irisan Sifat A dan Sifat B sebagai berikut:
Metafora akan sangat lemah kalau daerah irisan tersebut sangat sempit, yang berakibat lawan debat akan memukul balik dari area diluar irisan tersebut. Jadi kalau A adalah sifat mental yang payah dan B adalah Sifat Tempe. Lawan debat akan bermain di daerah B, dan kalau dia punya data yang hebat, akan berakibat malah melemahkan sebuah argumen yang disampaikan melalui metafora tersebut.
Contoh lain, Metafora bahwa Ekonomi kita sedang sakit. Argumen lain akan mendebat bahwa orang kadang perlu sakit untuk mendapatkan kekebalan tubuh, sebuah antibodi yang dikeluarkan secara alami dari tubuh yang mengidap sakit terutama yang berkaitan dengan penyakit infeksi. Metafora kadang bisa terjebak dalam situasi hitam-putih, sehingga jika ada suatu argumen yang membantah metafora tersebut, maka ia akan kehilangan kekuatannya.
Tapi ada beberapa metafora yang lazim dipakai, semisal “karya cipta lagu seringkali dibajak”. Metafora ini sangat umum dan nyaris tanpa resiko, semua orang mempunyai pemahaman yang sama bahwa dibajak dalam hal ini adalah, dirampas, diambil, disalahgunakan.
Ada cara yang lebih baik untuk seni dalam berdebat, adalah dengan menggunakan contoh yang jelas dan merangkum detail dari suatu permasalahn daripada terjebak dalam penggunaan metafora yang tidak pada tempatnya
Sumber : Herman Saksono, PhD student in CS & human-computer interaction at North Eastern
Baca juga : Human Capital Index Indonesia berada di urutan ke 65