Jair Bolsonaro terpilih menjadi Presiden Brazil dengan bantuan Whatsapp
Berita bohong melalui whatsapp telah bekerja dengan baik, dan menjadikan Jair Bolsonaro terpilih menjadi Presiden Brazil. Pemimpin sayap kanan ini mengalahkan rivalnya dalam kontestasi pemilu, Fernando Haddad. Dalam kontestasi tersebut, berita palsu yang disebarkan melalui aplikasi Whatsapp sangat mewarnai pemilu. Sebuah surat kabar telah melaporkan adanya peran dana besar yang membiayai penyebaran berita secara massal yang pro Bolsonaro.
Seperti diketahui bahwa Whatsapp menggunakan sistem end-to-end-encryption, yang menjamin bahwa tidak ada pihak manapun yang bisa melakukan pelacakan dan melihat konten dari pesan, bahkan tidak pula mampu dilakukan oleh perusahaan pengelola Whatsapp.
David Nemer seorang Professor bidang Teknologi Komunikasi Informasi dari University of Kentucky, melaporkan bahwa dia masuk ke grup Whatsapp pendukung Jair Bolsonaro. Di grup tersebut, dalam sehari bisa muncul 1000 pesan, tidak ada perdebatan yang bermakna antara anggota dalam grup, yang terjadi adalah, mereka saling menguatkan, saling memotivasi guna meneguhkan pilihan mereka terhadap Jair Bolsonaro.
Para anggota menggunakan grup sebagai tempat mereka “mengadu” atas pemberitaan di media mainstream, grup lainnya, atau media sosial lainnya. Bila ada hal yang merugikan Jair Bolsonaro, maka anggota yang lain dengan cepat akan memberikan “bantuan” untuk bagaimana caranya mendeligitimasi konten tersebut. Sejumlah meme, tagar, emoji dan video beserta editannya dikerjakan dengan begitu canggih.
Tentunya para penyebar berita bohong ini juga bermain di Facebook. Tapi Facebook kalah efisien dibandingkan dengan Whatsapp yang serba gratis dan begitu mudah untuk diteruskan dan berbagi.
Whatsapp mulai populer di Brazil mulai tahun 2009, mengganti SMS yang berbayar. Saat ini, di Brazil terdapat 120 juta pengguna aplikasi Whatsapp, dari total populasi negara tersebut yang berjumlah 210 juta jiwa. Dari seluruh pengguna smartphone tersebut, 96% dari mereka menggunakan Whatsapp sebagai pilihan utama untuk berbagi pesan.
Sekelompok ilmuwan pernah mengajukan usulan kepada Whatsapp, untuk membatasi sebuah pesan hanya bisa di-forward sebanyak 5 kali saja, tapi hal tersebut ditolak, dengan alasan akan berpotensi untuk membatasi komunikasi dan juga ruang gerak kebebasan berekspresi. Mereka juga meminta Whatsaap untuk melakukan pendeteksian atas pesan yang diproduksi secara masif.
Tapi rupanya, penyebaran berita semacam ini sudah begitu erat dengan pemilu di Brazil. Tahun 2010 hal ini tersebar melalui Blog dan Orkut. Lalu pada tahun 2014 melalui media Facebook, dan sekarang 2018 melalui Whatsapp. Jadi tampaknya bukan masalah platform-nya. Platform bisa saja menjadi tidak relevan di kemudian hari. ini lebih kepada urusan sosial dan hukum, daripada mengenai teknologi.
Menjadi persoalan adalah Pengadilan Pemilu Brazil hanya bisa melakukan teguran dan hukuman kepada para kandidat, bukan kepada individu atau pendukung yang melakukan pelanggaran.
Penanganan masalah ini seperti telah diungkapkan sebelumnya adalah tentang sosial dan hukum. Bagaimana mengedukasi masyrakat mengenai penanganan berita bohong dan literasi digital. Yang juga penting adalah sangsi yang harus ditegakkan terhadap pelakunya.
Baca juga : Apakah seorang introvert bisa menjadi pemimpin yang baik?